(pacaran itu haram:
www.pacaranislamikenapa.wordpress.com )
situs anti pacaran:
www.majalah-elfata.com
1. Jangan berduaan dengan pacar di tempat sepi, kecuali ditemani mahram dari sang wanita (jadi bertiga)
“Janganlah
seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali
bersama mahromnya…”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu'ah
Al Manahi Asy Syari'ah 2/102]
“Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi)
-
2. Jangan pergi dengan pacar lebih dari sehari semalam kecuali si wanita ditemani mahramnya
“Tidak
halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
bepergian sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [HR Bukhori: 1088,
Muslim 1339]
-
3. Jangan berjalan-jalan dengan pacar ke tempat yang jauh kecuali si wanita ditemani mahramnya
“..jangan bepergian dengan wanita kecuali bersama mahromnya….”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341]
-
4.
Jangan bersentuhan dengan pacar, jangan berpelukan, jangan meraba,
jangan mencium, bahkan berjabat tangan juga tidak boleh, apalagi yang
lebih dari sekedar jabat tangan
“Seandainya kepala
seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits hasan riwayat
Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad:
1283, lihat Ash Shohihah 1/447/226)
Bersabda Rasulullahi
Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan
dengan wanita.” [HR Malik 2/982, Nasa'i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu
Majah 2874, ahmad 6/357, dll]
5. Jangan memandang aurat pacar, masing-masing harus memakai pakaian yang menutupi auratnya
“Katakanlah
kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan
pandangannya dan menjaga kemaluannya..” (Al Qur’an Surat An Nur ayat
30)
“…zina kedua matanya adalah memandang….” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
6. Jangan membicarakan/melakukan hal-hal yang membuat terjerumus kedalam zina
“Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” (Al Qur’an Surat Al Isra
32)
“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba,
kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan
zinanya adalah mencium.” (H.R. Muslim dan Abu Dawud)
7. Jangan menunda-nunda menikah jika sudah saling merasa cocok
“Wahai
para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
“Yang paling
banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan
kemaluan.” (H.R. Turmudzi dan dia berkata hadits ini shahih.)
WARNING:
sebenarnya
banyak ulama dan ustadz yang mengharamkan pacaran, misalnya saja
ustadz Muhammad Umar as Sewed. jadi sebaiknya segera menikahlah dan
jangan berpacaran…
sebuah syair mengatakan:
kadang peristiwa besar bermula dari hal-hal kecil
permulaannya
memandang, lalu tersenyum, kemudian menyapa, lalu mengobrol, lantas
janjian, kemudian berkencan, dan akhirnya berzina
Bagi
yang sudah terlanjur berbuat dosa maka bertaubatlah dan jangan putus
asa, Allah pasti mengampuni hambanya yang bertaubat dan memohon ampun…
==========================================================================
BANTAHAN ATAS ARTIKEL DIATAS
dari Prima, Desember 26th, 2008 jam 3:52 am
Komentar: Menyatakan adanya pacaran Islami sama dengan menyatakan adanya perjudian islami. Adakah perjudian Islami dalam Islam?
1.
Pacaran di tempat rame juga nggak boleh, apalagi di tempat sepi. Yang
mesti dibahas dalam masalah pergaulan antar pria bukan hanya jumlah
wanita dan laki2 yang berinteraksi, tapi juga konten pembicaraannya. Di
masa Rasulullah dan sahabat, konten percakapan antara laki-laki dan
perempuan hanya di seputar masalah2 berikut ini: ekonomi
(contoh:perdagangan), politik (co’: muhasabah terhadap penguasa),
kesehatan, pendidikan, dakwah, dan pernikahan (rumah tangga). Sedangkan
di luar 6 masalah tersebut, Rasulullah dan para sahabat tidak melakukan
interaksi antar gender. Karena itu, bercakap-cakap hanya sekadar hanya
untuk menyatakan kata2 romantis atau bercanda ria(seperti dalam
pacaran), baik dalam keadaan sepi atau ramai, tidak diperbolehkan. Untuk
masalah ini, coba teliti kisah2 perjalanan hidup Rasul dan sahabat
yang tercantum dalam hadits ataupun sirah. Kita tidak akan pernah
menemukan Rasul maupun sahabat berinteraksi dengan lawan jenis di luar 6
perkara tadi. Sedangkan dalam pacaran, saya pribadi belum pernah
menemukan pacaran yang konten pembicaraannya terbatas pada 6 perkara
tadi. Selalu saja ada konten pembicaraan yang tidak diperbolehkan syara
(minimal bercanda).
2.Melakukan perjalanan kurang dari
1hari 1 malam dengan pacar juga tidak boleh. Wong pacarannya saja tidak
boleh. Atau pergi dengan pacar lebih dari 1 hari 1 malam dengan
ditemani mahram juga tidak boleh. Ini seperti halnya wanita bepergian
bepergian lebih dari 1 ahari 1malam dengan ditemani mahram untuk
keperluan berjudi. Ini tetap tidak boleh walaupun wanita tersebut
ditemani mahram.Kebolehan bagi perempuan untuk bepergian lebih dari 1
hari 1 malam dengan ditemani mahram hanya diperuntukkan untuk hajat
umum yang dimubahkan, yakni yang termasuk ke dalam 6 perkara tadi.
KOnteks hadits yang dicantumkan pada point ke-2 memang seputar masalah2
mubah, bukan perkara2 haram seperti pacaran atau perjudian. Pemahaman
yang benar terhadap hadits tersebut adalah, a)walaupun untuk keperluan
mubah, wanita bepergian lebih dari 1 hari 1 malam tanpa mahram atau
suami tetap tidak boleh;b)walaupun ditemani mahram atau suami,
bepergian lebih dari 1 hari 1 malam untuk hal yang diharamkan tidak
diperbolehkan;c)walaupun bepergian kurang dari 1 hari tanpa ditemani
mahram atau suami, tetapi untuk urusan yang haram (seperti pacaran)
tetap tidak boleh.
3)Walaupun ditemani mahram, berpacaran ke tempat jauh tetap tidak boleh, dan ke tempat dekat pun tidak boleh.
4)Pembahasan
dalam masalah pergaulan islami, bukan hanya seputar persinggungan
tubuh, tetapi juga seputar konten pembicaraan. Apabila konten
pembicaraannya tidak syar’i walaupun tidak bersinggungan tubuh
(berciuman atau bergandengan tangan), pergaulannya tetap haram.
5)Dengan
menutup aurat ataupun tidak, pacaran tetap haram. Ibaratnya, perjudian
tetap haram walaupun pelakunya adalah wanita yang menutup aurat.
====================================
HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM (penjelasan mengenai sebab diharamkannya pacaran)
Istilah
pacaran itu sebenarnya bukan bahasa hukum, karena pengertian dan
batasannya tidak sama buat setiap orang. Dan sangat mungkin berbeda
dalam setiap budaya. Karena itu kami tidak akan menggunakan istilah
`pacaran` dalam masalah ini, agar tidak salah konotasi.
I. Tujuan Pacaran
Ada
beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari
teman bicara, atau lebih jauh untuk tempat mencurahkan isi hati. Dan
bahkan ada juga yang memang menjadikan masa pacaran sebagai masa
perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan.
Namun
tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan.
Banyak diantara pemuda dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa
ketertarikan semata, sebab dari sisi kedewasaan, usia, kemampuan
finansial dan persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka
sangat belum siap.
Secara lebih khusus, ada yang menganggap bahwa
masa pacaran itu sebagai masa penjajakan, media perkenalan sisi yang
lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua itu dilakukan
karena nantinya mereka akan membentuk rumah tangga. Dengan tujuan itu,
sebagian norma di tengah masyarakat membolehkan pacaran. Paling tidak
dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu melakukan
aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena yang
wajar dan dianggap sebagai bagian dari aktifitas yang normal.
II. Apa Yang Dilakukan Saat Pacaran ?
Lepas
dari tujuan, secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal
yang diluar dugaan. Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa
aktifitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai
kepada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan dan
berduaan, tetapi data menunjukkan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh dan
bersetubuh secara langsung sudah merupakan hal yang biasa terjadi.
Sehingga
kita juga sering mendengar istilah “chek-in”, yang awalnya adalah
istilah dalam dunia perhotelan untuk menginap. Namun tidak sedikit
hotel yang pada hari ini berali berfungsi sebagai tempat untuk berzina
pasangan pelajar dan mahasiswa, juga pasanga-pasangan tidak syah
lainnya. Bahkan hal ini sudah menjadi bagian dari lahan pemasukan
tersendiri buat beberapa hotel dengan memberi kesempatan chek-in secara
short time, yaitu kamar yang disewakan secara jam-jaman untuk ruangan
berzina bagi para pasangan di luar nikah.
Pihak pengelola hotel
sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yang melakukan chek-in
itu suami istri atau bulan, sebab hal itu dianggap sebagai hak asasi
setiap orang.
Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan hubungan
seksual di luar nikah juga sering dilakukan di dalam rumah sendiri,
yaitu memanfaatkan kesibukan kedua orang tua. Maka para pelajar dan
mahasiswa bisa lebih bebas melakukan hubungan seksual di luar nikah di
dalam rumah mereka sendiri tanpa kecurigaan, pengawasan dan perhatian
dari anggota keluarga lainnya.
Data menunjukkan bahwa seks di
luar nikah itu sudah dilakukan bukan hanya oleh pasangan mahasiswa dan
orang dewasa, namun anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) dan menengah
pertama (SLTP) juga terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif
(serba boleh) telah menjadikan hubungan pacaran sebagai legalisasi
kesempatan berzina. Dan terbukti dengan maraknya kasus `hamil di luar
nikah` dan aborsi ilegal.
Fakta dan data lebih jujur berbicara
kepada kita ketimbang apologi. Maka jelaslah bahwa praktek pacaran
pelajar dan mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yang oleh
sistem hukum di negeri ini sama sekali tidak dilarang. Sebab buat
sistem hukum sekuluer warisan penjajah, zina adalah hak asasi yang
harus dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, tidak
bisa dituntut secara hukum. Bahkan bila seks bebas itu menghasilkan
hukuman dari Allah berupa AIDS, para pelakunya justru akan diberi
simpati.
III. Pacaran Dalam Pandangan Islam
a. Islam Mengakui Rasa Cinta
Islam
mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika
seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa.
Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
`Dijadikan
indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik .`(QS. Ali Imran :14).
Khusus kepada wanita, Islam
menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang
baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu
adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai
wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara
yang paling baik.
Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik
diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya
(istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku`.
b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun
dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan
manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya
ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu
syahwat dan ketertarikan sesaat.
Sebab cinta dalam pandangan Islam
adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau
digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk
lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah
berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh
orang banyak.
Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah
ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu.
Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan
melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi
pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi
`pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya
dari bahu sang ayah ke atas bahunya.
Dengan ikatan itu, jadilah
seorang laki-laki itu `laki-laki sejati`. Karena dia telah menjadi
suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan
apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar
kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi
seksual, tapi tidak siap menjadi “the real man”.
Dalam Islam,
hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya
kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan,
cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah
membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama
Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi
agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena
terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok,
akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina
dan perbuatan yang menyerampet kesana.
Sedangkan pemandangan yang
kita lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan
pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah
terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada
masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian
agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda
degradasi agama.
Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan
sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan
buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita
tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa
kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih
parah.
c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan
aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit
untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta
satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah
perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan
tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan
diteruskan dengan janji bertemu langsung.
Semua bentuk aktifitas
itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah
kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang
resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka.
Bahkan tidak ada kepastian tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal
cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah
harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak
terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan
cinta.
d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan
kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan
penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon
suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak
adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang
diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Dalam format mencari
pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa
saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4
kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah
SAW berdabda,`Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2]
keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah
agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa`
fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin
nomor 2661)
Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila
ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang
tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang
bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak
keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses yang dikenal dalam
Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang
kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah
menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka
mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari
tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah
tangga tidak lagi demikian kondisinya.
Istri tidak selalu dalam
kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih
sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan
acak-acakan. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah
tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah
mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana
romantis saat pacaran.
Maka kesan indah saat pacaran itu tidak
akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan
demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya
bisa dikatakan sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak
heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun
segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi.
Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam
hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.